Kebijakan dan pengelolaan sumber daya
alam
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, berupa tanah,
air, udara, dan sumberdaya alam lain yang termasuk ke dalam sumberdaya alam
yang diperbaharui maupun tidak diperbaharui. Namun demikian harus disadari
bahwa sumberdaya alam yang diperlukan mempunyai keterbatasan dalam banyak hal,
yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas, kualitas, ruang dan
waktu. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan
bijaksana.
Lingkungan
dan manusia mempunyai keterkaitan yang erat. Hal ini dapat terlihat dari
aktivitas yang dilakukan manusia ditentukan oleh keadaan lingkungan di
sekitarnya. Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain
menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Manusia tidak dapat hidup tanpa udara
dan air. Sebaliknya ada pula aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi
keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya. Kerusakan sumberdaya alam
banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak contoh kasus pencemaran dan
kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran
udara, air, tanah serta kerusakan hutan yang tidak terlepas dari aktivitas
manusia sehingga pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri.
Pembangunan
yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat
terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam, namun eksploitasi sumberdaya alam
yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan
merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan
kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari
pengamatan di lapangan.
Hingga
saat ini upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi permasalahan
pencemaran dan pengelolaan lingkungan hidup belum sepenuhnya terealisasikan
dengan baik. Dari uraian tersebut penulis ingin mengetahui kebijakan seperti
apa yang sesuai untuk mengatasi permasalahan lingkungan hidup.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang, maka rumusan masalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut :
Bagaimana
kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah dalam mengatasi
permasalahan pencemaran dan pengelolaan lingkungan hidup?
Bagaimana peranan
pemerintah seharusnya dalam menerapkan kebijakan yang telah dibuat?
1.3 Tujuan
Penulisan
Tujuan
dari kajian ini adalah :
Mengetahui
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan
pencemaran dan pengelolaan lingkungan hidup.
Mengetahui peranan
pemerintah dalam menerapkan kebijakan yang dibuat.
1.4
Manfaat Penulisan
Hasil kajian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang berminat maupun
terkait dengan kajian Pengelolaan SDA yang Berkelanjutan ini, khususnya kepada:
Bagi civitas akademika,
makalah ini dapat memberikan wawasan serta masukan dalam hal menyikapi
kebijakan Pemerintah perihal pengelolaan SDA yang berkelanjutan.
Bagi masyarakat,
memberikan gambaran umum tentang kebijakan pemerintah perihal pengelolaan SDA
yang berkelanjutan serta dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menghemat
SDA yang ada.
Bagi pemerintah,
memberikan masukan dalam membuat kebijakan pengelolaan SDA yang berkelajutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Doglas
North seorang sejarawan ekonomi terkemuka mendefinisikan kelembagaan sebagai
batasan-batasan yang dibuat untuk membentuk pola interaksi yang harmonis antara
individu dalam melakukan interaksi politik, sosial dan ekonomi (North, 1990).
Senada dengan North, Schmid (1972) mengartikan kelembagaan sebagai sejumlah
peraturan yang berlaku dalam sebuah masyarakat, kelompok atau komunitas, yang
mengatur hak, kewajiban, tanggung jawab, baik sebagai individu mauapun sebagai
kelompok. Sedangkan menurut Schotter (1981), kelembagaan merupakan regulasi
atas tingkah laku manusia yang disepakati oleh semua anggota masyarakat dan
merupakan penata interaksi dalam situa tertentu yang berulang.
Mirip
dengan definisi ini diuangkapkan oleh Hamilton (1932) yang menganggap
kelembagaan merupakan cara berfikir dan bertindak yang umum dan berlaku, serta
telah menyatu dengan kebiasaan dan budaya masyarakat tertentu. Menurut Jack
Knight (1992), kelembagaan adalah serangkaian peraturan yang membangun struktur
interkasi dalam sebuah komunitas. Sedangkan Ostrom (1990) mengartikan
kelembagaan sebagai aturan yang berlaku dalam masyarakat (arena) yang
menentukan siapa yang berhak membuat keputusan, tindakan apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan, aturan apa yang berlaku umum di masyarakat, prosedur apa
yang harus diikuti, informasi apa yang mesti atau tidak boleh disediakan dan
keuntungan apa yang individu akan terima sebagai buah dari tindakan yang
dilakukannya.
Berdasarkan
atas bentuknya (tertulis/tidak tertulis) North (1990) membagi kelembagaan
menjadi dua: informal dan formal. Kelembagaan informal adalah kelembagaan yang
keberadaannya di masyarakat umumnya tidak tertulis. Adat istiadat, tradisi,
pamali, kesepakatan, konvensi dan sejenisnya dengan beragam nama dan sebutan
dikelompokan sebagai kelembagaan informal. Sedangkan kelembagaan formal adalah
peraturan tertulis seperti perundang-undangan, kesepakatan (agreements),
perjanjian kontrak, peraturan bidang ekonomi, bisniss, politik dan lain-lain.
Kesepakatan-kesepakatn yang berlaku baik pada level international, nasional,
regional maupun lokal termasuk ke dalam kelembagaan formal.
Menurut
Wiliamson (2000), yang dimaksud kelembagaan formal adalah kelembagaan yang
kelahirannya umumnya dirancang secara sengaja seperti perundang-undangan
(konstitusi) yang dibuat oleh lembaga legislatif/pemerintah. Namun demikian,
hal ini bukan merupakan kriteria mutlak, karena banyak kasus kelembagaan formal
yang merupakan hasil evoluasi dari kelembagaan informal sebagaimana
undang-undang perikanan di Jepang yang berasal dari hukum adat atau tradisi
yang hidup dan menyatu dalam masyarakat selama ratusan tahun (Ruddle, 1993).
Perubahan kelembagaan pada level ini dapat berlangsung dalam kurun waktu 10
sampai 100 tahun (Williamson, 2000).
Menurut
Marfai (2005) Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian
lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain (Miler, 1995).
Operasional
rule adalah aturan main yang berlaku dalam keseharian. Yaitu aturan yang
ditemukan dalam sebuah komunitas, organisasi atau kelompok masyarakat mengenai
bagaimana interaksi antar anggota komunitas tersebut seharusnya terjadi.
Terkait dengan pemanfaatan sumberdaya alam, operasional rule merupakan
instrument pembatas mengenai kapan, dimana, seberapa banyak dan bagaimana
anggota sebuah komunitas memanfaatkan sumberdaya alam. Pengawasan (monitoring)
terhadap tindakan setiap aktor, penegakan sanksi bagi para pelanggar dan
pemberian reward kepada mereka yang taat aturan semuanya diatur dalam
operasional rule. Operasional rule berubah seiring dengan perubahan teknologi,
sumberdaya, budaya, keadaan ekonomi dll (Ostrom, 1990)
Kelembagaan
pada constitutional choice level mengatur, utamanya, mengenai siapa yang
berwenang bekerja pada level collective choice dan bagaimana mereka bekerja.
Constitutional rule merupakan rule tertinggi yang tidak semua kelompok,
organisasi atau komunitas memilikinya. Collective choice rule berbeda dengan
constitutional rule walaupun aktor yang terlibat dalam pembuatannya kemungkinan
sama. Menurut kerangka analisis Ostrom, undang-undang yang mengatur tentang
anggota DPRD tersebut berada pada level constitutional choice dan disebut constitutional
rule.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kebijakan-kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan pencemaran dan
pengelolaan lingkungan hidup
Pengelolaan
lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta
pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat
kebijakan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung
pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan
kelembagaan, sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat
hukum dan perundangan, informasi serta pendanaan. Keterkaitan dan keseluruhan
aspek lingkungan telah memberi konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan,
termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi
berintegrasi dengan seluruh pelaksanaan pembangunan.
Pembangunan
nasional yang dilaksanakan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Tujuan tersebut membuat pembangunan memiliki beberapa kelemahan,
yang sangat menonjol antara lain adalah tidak diimbangi ketaatan aturan oleh
pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan aturan yang semestinya
dalam mengelola usaha dan atau kegiatan yang mereka lakukan, khususnya
menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, sehingga menimbulkan
permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, sesuai dengan rencana Tindak
Pembangunan Berkelanjutan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan melalui upaya pengembangan dan
penegakan sistem hukum serta upaya rehabilitasi lingkungan. Menurut Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup (1997), kebijakan daerah dalam mengatasi
permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan dan penegakan
hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di daerah dapat
meliputi :
Regulasi Perda tentang
Lingkungan.
Penguatan Kelembagaan
Lingkungan Hidup.
Penerapan dokumen
pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan
Sosialisasi/pendidikan
tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan hidup.
Meningkatkan kualitas dan
kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders
Pengawasan terpadu
tentang penegakan hukum lingkungan.
Memformulasikan bentuk
dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup. Peningkatan kualitas dan
kuantitas sumberdaya manusia.
Peningkatan pendanaan
dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Kondisi
lingkungan hidup dari waktu ke waktu mengalami penurunan kualitas yang
disebabkan oleh tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering
diabaikan sehingga menimbulkan adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang terjadi juga menimbulkan konflik
sosial maupun konflik lingkungan. Permasalahan yang terjadi tersebut memerlukan
perangkat hukum perlindungan terhadap lingkungan hidup yang secara umum telah
diatur dengan Undang-undang No.4 Tahun 1982.
Namun
berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaannya berbagai ketentuan tentang
penegakan hukum sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Lingkungan Hidup,
maka dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup diadakan berbagai
perubahan untuk memudahkan penerapan ketentuan yang berkaitan dengan penegakan
hukum lingkungan yaitu Undang-undang No 4 Tahun 1982 diganti dengan
Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaanya. Undang-undang ini
merupakan salah satu alat yang kuat dalam melindungi lingkungan hidup dan
ditunjang dengan peraturan perundang-undangan sektoral. Hal ini mengingat
Pengelolaan Lingkungan hidup memerlukan koordinasi secara sektoral dilakukan
oleh departemen dan lembaga pemerintah non-departemen sesuai dengan bidang
tugas dan tanggungjawab masing-masing, seperti Undang-undang No. 22 Th 2001
tentang Gas dan Bumi, UU No. 41 Th 1999 tentang kehutanan, UU No. 24 Th 1992
tentang Penataan Ruang dan diikuti pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah maupun
Keputusan Gubernur.
3.2 Peranan pemerintah dalam
menerapkan kebijakan yang dibuat
Pemanfaatan
SDA secara berlebihan tanpa memperhatikan aspek pelestariannya dapat
meningkatkan tekanan-tekanan terhadap kualitas lingkungan hidup yang pada
akahirnya akan mengancam swasembada atau kecukupan pangan semua penduduk di
Indonesia. Oleh karena peran pemerintah dalam memberikan kebjakan tentang
peraturan pengelolaan SDA menjadi hal yang penting sebagai langkah menjaga SDA
yang berkelanjutan.
Kebijakan
yang di buat oleh pemerintah tidak hanya ditetapkan untuk dilaksanakan
masyarakat tanpa pengawasan lebih lanjut dari pemerintah. Pemerintah memiliki
peran agar kebijakan tersebut diterapkan sebagaimana mestinya oleh masyarakat.
Sesuai dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP
No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom, dalam bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis
melalui transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada daerah:
Meletakkan daerah pada
posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Memerlukan peranan lokal
dalam mendesain kebijakan.
Membangun hubungan
interdependensi antar daerah.
Menetapkan pendekatan
kewilayahan.
Dapat
dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP No. 25
Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup lebih diprioritaskan di Daerah, maka
kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS
merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup. Program itu mencakup :
Program Pengembangaan dan
Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Program
ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap
mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui
inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang
ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi
sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial,
nilai dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di
setiap daerah.
Program Peningkatan
Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam.
Tujuan
dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral.
Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya, sumber
daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan
berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah terlindunginya kawasan-kawasan
konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak
terkendali dan eksploitatif
Program Pencegahan dan
Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup.
Tujuan
program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah
kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang
rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, serta kegiatan
industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas
lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan
hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan.
Program Penataan
Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian
Lingkungan Hidup.
Program
ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat
hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan
sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan.
Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan
lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan
serta terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten.
Progam Peningkatan
Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan Pelestarian fungsi
Lingkungan Hidup.
Tujuan
dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak
yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi
lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya sarana bagi
masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan
hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan,
pelaksanaan sampai pengawasan.
Dari penjelasan di atas
sebaiknya peran pemerintah tidak hanya sebagai pembuat kebijakan (legislatif)
dan pengontrol saja, tetapi ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan
pemerintah :
Melakukan pembaharuan
teknologi yang ramah lingkungan, dengan mendukung serta memberikan dana bagi
institusi atai individu yang melakukan pembaharuan teknologi tersebut. Misalnya
teknologi Biogas, Biopori, dan minyak biji jarak.
Mengajak
perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang lingkungan dan SDA untuk ikut
serta menjaga SDA yang ada, dengan mendorong mereka melakukan corporate
sosial responsibility (CSR) sebagai bentuk tanggung jawab terhadap eksploitasi
SDA yang dilakukan, dengan membuat UU perihal kewajiban perusahaan melakukan
CSR.
Mengkampayekan Cinta
Indonesia Cinta Lingkungan, seperti buang sampah pada tempatnya, tentunya
dengan memberikan sanksi bagi para pelanggar (tanpa pandang levelitas).
Mensosialisasikan dengan
tepat kebijakan-kebijakan kepada seluruh aspek masyarakat, agar dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut berperan serta memelihara dan
meningkatkan kualitas lingkungan.
Meningkatan kapasitas
kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) seperti pengetahuan serta
keteranpilan SDM dalam pengelolaan dan pengembagan program CSR.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Pengelolaan
lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta
pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat
kebijakan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung
pengelolaan lingkungan lainnya.
Pemerintah
sebagai lembaga formal yang mengatur tata kelola persediaan SDA yang ada di
Indonesia menjadi hal yang penting sebagai landasan menjaga keseimbangan dimasa
yang akan datang, dengan menetapkan kebijakan serta UU yang tepat agar
tercapainya pengelolaan SDA yang berkelajutan.
Menteri
Negara Lingkungan Hidup (1997) sebagai pihak dari pemerintah, membuat kebijakan
daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan
kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan
hidup di daerah dapat meliputi :
Regulasi Perda tentang
Lingkungan.
Penguatan Kelembagaan
Lingkungan Hidup.
Penerapan dokumen
pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan
Sosialisasi/pendidikan
tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan hidup.
Meningkatkan kualitas dan
kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders
Pengawasan terpadu
tentang penegakan hukum lingkungan.
Memformulasikan bentuk
dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup. Peningkatan kualitas dan
kuantitas sumberdaya manusia.
Peningkatan pendanaan
dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Peran pemerintah dalam
hal ini, disamping membuat serta menetapkan kebijakan dan pengawasan yang
berkaitan dengan pengelolaan SDA yang berkelanjutan untuk menjaga
keseimbangan kapasitas persediaan SDA di masa yang akan datang, sebaiknya juga
menjadi aktor yang mengkampanyekan serta mendukung, dalam hal ini memberikan
dana bagi institusi atau individu yang memperbaharui teknologi ramah
lingkungan.
4.2
Saran
Kebijakan-kebijakan yang
telah ditetapkan pemerintah sudah cukup tepat dalam hal menjaga keseimbangan
SDA yang berkelanjutan, tetapi sebaiknya peran pemerintah tidak hanya sebagai
pembuat kebijakan (legislatif) dan pengontrol saja, tetapi ada beberapa hal
yang seharusnya dilakukan pemerintah :
Melakukan pembaharuan
teknologi yang ramah lingkungan, dengan mendukung serta memberikan dana bagi
institusi atai individu yang melakukan pembaharuan teknologi tersebut. Misalnya
teknologi Biogas, Biopori, dan minyak biji jarak.
Mengajak
perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang lingkungan dan SDA untuk ikut
serta menjaga SDA yang ada, dengan mendorong mereka melakukan corporate
sosial responsibility (CSR) sebagai bentuk tanggung jawab terhadap
eksploitasi SDA yang dilakukan, dengan membuat UU perihal kewajiban perusahaan
melakukan CSR.
Mengkampayekan Cinta
Indonesia Cinta Lingkungan, seperti buang sampah pada tempatnya, tentunya
dengan memberikan sanksi bagi para pelanggar (tanpa pandang levelitas).
Mensosialisasikan dengan
tepat kebijakan-kebijakan kepada seluruh aspek masyarakat, agar dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut berperan serta memelihara dan
meningkatkan kualitas lingkungan.
Meningkatan kapasitas
kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) seperti pengetahuan serta
keteranpilan SDM dalam pengelolaan dan pengembagan program serta kegiatan
tanggung jawab perusahaan atau CSR.
DAFTAR PUSTAKA
Hamilton, W. H.
1932. Institution. In E. R. A. Seligman and A. Johnson. (Eds.). Encyclopedia of
the Social Sciences. Vol.8
Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup, 1997. Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional untuk
Pembangunan Berkelanjutan, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.
Knight, J. 1992.
Institution and Social Conflict. Cambridge University Press.
Marfai, M.A. 2005.
Moralitas Ligkungan, Wahana Hijau, Yogyakarta Pemerintah Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, 2002. Rencana Strategis Pengelolaan Lingkungan Hidup
Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemda Propinsi DI Yogyakarta.
Miller, G.T. Jr. 1995.
Environmental Science Sustaining the Earth. Wadsworth Publishing Co. Belmont.
North, D. C. 1990.
Institutions, Institutional Change and Economics Performance. Cambridge
University Press.
Ostrom, E. (1990).
Governing of the common. The Evolution of Institutions for Collective Action.
Cambridge University Press.
Schmid, A.
1972. The Economic Theory of Social Institution. American Journal of
Agricultural Economics. 54:893-901
Schotter, A. (1981). The
Economic Theory of Social Institutions. Cambridge, Cambridge University Press.
Williamson, O.E. 1996.
The Mechanisms of Governance. Oxford University Press. Oxford.
0 Response to "Kebijakan dan pengelolaan sumber daya alam"
Post a Comment